Coba simak isi artikel ini:
Berapa Market Value Anda?
Jangan menggantungkan nasibmu pada kemurahan hati orang lain. Sandarkan hidupmu pada kemampuanmu sendiri. Berkatalah pada diri sendiri: if it is up to be, it is up to me!!
Itu petuah yang saya dapatkan dari seorang senior saat mulai merintis karier sebagai profesional. Tiba-tiba saya mengingatnya saat membaca buku yang sangat menggoda berjudul Top Class Competitors (2006).
Penulis buku tersebut, Stephane Garelli, adalah sosok yang sarat wibawa untuk berbicara tentang kebersaingan (competitiveness). Maklum, dia pernah menjadi Direktur Pengelola World Economic Forum sekaligus juga Direktur Kegiatan Davos Annual Meeting yang terkenal.
Garelli memperkenalkan konsep market value dan corporate value pada diri seorang pekerja atau karyawan.
Corporate value adalah serangkaian kemampuan pekerja yang bermanfaat dan bernilai, namun hanya untuk perusahaan tempatnya bekerja saat ini.
Sementara market value berarti kompetensi karyawan tak hanya bermakna bagi perusahaannya saat ini, tapi juga bernilai bagi dunia bisnis secara luas.
Sering market value seseorang terbanting jatuh di bawah corporate value-nya. Tak jarang seorang profesional perusahaan besar kesulitan mencari pekerjaan setelah keluar dari organisasinya.
Tanpa sadar, seseorang bisa tergiring ke dalam peran dan fungsi pekerjaan yang sangat terspesialisasi serta tak ada duplikasinya di pasar pekerjaan secara umum.
Ia sangat ahli di bidangnya, akan tetapi keahliannya tidak dibutuhkan di banyak tempat lain. Inilah yang membuat market value-nya "enggak nyambung" dengan corporate value-nya.
Faktor lain yang mengakibatkan kesenjangan market value versus corporate value adalah jebakan psikologis berbentuk kebanggaan berlebihan terhadap pengalaman kerja.
Akibatnya, muncul kesimpulan seolah-olah pangjangnya pengalaman berbanding linier dengan luasnya keahlian. Padahal, pengalaman kerja tanpa faktor pembelajaran adalah sebuah konstanta yang statis.
Tatkala ada orang yang bertutur lantang bahwa dirinya sudah memiliki "pengalaman kerja sepuluh tahun", bukan mustahil itu sama artinya dengan "pengalaman kerja satu tahun yang diulang sepuluh kali".
Tambahan sembilan tahun lainnya tak mendatangkan keahlian baru ataupun nilai tambah yang berarti, kecuali sekadar pengulangan sebuah rutinitas.
Perusahaan harus ikut memupuk market value
Pasar tenaga kerja di banyak negara saat ini diwarnai oleh dua kontradiksi yang hadir secara bersamaan. Yakni, tingkat pengangguran yang hampir mustahil untuk diturunkan, namun diiringi dengan kelangkaan sumber daya manusia bermutu secara signifikan.
Karena itu, peningkatan market value seorang pekerja melampaui kebutuhan perusahaan tempatnya bekerja saat ini merupakan salah satu prioritas yang sangat relevan untuk dipertimbangkan.
Bagi karyawan, manfaat perluasan keahlian demi peningkatan market value dirinya jelas tak dapat disangkal. Kesanggupan untuk bertahan hidup dan kemampuan untuk bersaing akan meningkat karena memiliki kemampuan adaptasi yang lebih tinggi terhadap bursa pekerjaan.
Dia tak perlu khawatir tak mendapatkan pekerjaan yang bobotnya setara dengan kemampuannya, apalagi takut akan menjadi penganggur.
Namun, bagaimana terhadap perusahaan? Bukankah market value tinggi pada seorang karyawan justru akan menjadi ancaman serius bagi organisasi? Bisa saja sewaktu-waktu yang bersangkutan meninggalkan perusahaan untuk berpindah ke tempat lain, walaupun ia sangat dibutuhkan pada saat itu.
Dalam konteks ini, Garelli justru menegaskan bahwa perusahaan yang ingin meningkatkan daya saing, sesungguhnya, memiliki kepentingan yang besar untuk mengungkit market value karyawan.
Alasannya? Karyawan yang sadar akan kemampuannya mendapatkan pekerjaan di tempat lain itu cenderung lebih fleksibel, bermotivasi tinggi, dan berani mengambil risiko dalam pekerjaannya saat ini.
Dan, organisasi membutuhkan semua karakter tersebut untuk memompa kemampuan kompetisinya. Sebaliknya, karyawan yang khawatir dengan employability-nya akan bertindak sebaliknya. Ia akan menujukkan perilaku yang defensif, semata-mata demi mengamankan posisi dan kedudukannya.
Boro-boro organisasi akan mampu mendorong daya saingnya, yang terjadi justru antarkaryawan saling berebut kesempatan untuk mengamankan periuk nasinya sendir-sendiri.
*******
If it is up to be, it is up to me!!